Rabu, 16 November 2016

Surabi Teras, Tempat Kawula Muda Melewatkan Malam


Tempat nongkrong untuk melewatkan malam, bertemu kolega sambil menikmati penganan kecil dan menyeruput kopi atau juice, tidak harus di mal atau kafe eksklusif. Di luar tempat seperti itu kini cukup  banyak titik pertemuan (meeting point) yang dapat dipilih khususnya bagi kawula muda. Salah satunya Surabi Teras di Jl Ir H Juanda (Jl Raya Ciputat), Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.
Surani Teras adalah “warung” yang menyajikan penganan tradisional surabi atau serabi. Sejak dibuka tiga bulan lalu Surabi Teras tidak pernah sepi pengunjung. Selepas Magrib kursi-kursi mulai terisi, makin malam tetamu bertambah sesak. Di akhir pekan suasananya makin  riuh, banyak pengunjung tak dapat tempat duduk.




Pengunjungnya para kawula muda terutama kalangan mahasiswa. Menurut Dwi Priyanto, pemilik Surabi Teras, tempat ini memang dirancang jadi tempat nongkrong anak-anak muda. Ini sesuai dengan lokasinya yang diapit kampus UIN Ciputat dan Universitas Muhammadiyah.  Surabi Teras langsung sohor di kalangan anak-anak muda, selain lokasinya strategis juga dilengkapi internet gratis (wi-fi zone), dan harganya terjangkau kantong mahasiswa.
“Untuk segmen life style Ciputat itu baru mulai berkembang. Konsep makan di pinggir jalan yang murah meriah tapi ada fasilitas nongkrong seperti live music, TV kabel, wi-fi, itu pasti digemari,” katanya.
Dwi tertarik dengan sajian menu surabi karena rasanya enak, murah, dan didorong keinginan mengangkat makanan tradisional ke jagat modern. Surabi dibuat dari olahan tepung beras atau terigu, kelapa, gula, dan bahan lainnya semacam pancake. Di sini tersedia 18 macam rasa surabi seharga Rp8-18 ribu/piece. Topping-nya beraneka ragam, keju, coklat,, eks krim, dan lain-lain. Agar lebih beragam Dwi menambahkan menu chinese food, coffee, dan aneka sari buah. “Surabi itu makanan ringan, enak, yang hampir semua orang suka,” ujarnya.
Setiap harinya Dwi dapat menjual rata-rata 250 porsi. Untuk mempertahankan citarasa pengolahan surabi tetap menggunakan cara tradisional yaitu dimasak menggunakan gerabah (perkakas berbahan tanah liat) di atas tungku perapian dari arang.
Dua zona
Surabi Teras menempati bangunan seluas 150 m2 yang terbagi dua zona, bagian dalam berpendingin udara dengan kapasitas 33 orang, dan bagian luar atau teras. Di teras kapasitasnya lebih banyak sekitar 70 orang. Penggunaan furnitur, pemilihan warna, maupun aksesori lainnya dipilih sendiri oleh Dwi yang memang berlatar belakang desainer interior. “Konsepnya minimalis dengan warna dasar coklat sebagai representasi surabi dan warna oranye untuk nuansa orang menjadi tertarik,” jelasnya.
Dwi memperkerjakan 14 orang karyawan untuk dua shift yang terdiri enam orang waitress, dua bartender, dan tiga pembakar surabi. Buka mulai pukul 11 siang hingga pukul 12 malam. Saat akhir pekan bisa buka hingga jam satu dini hari. 


0 komentar:

Posting Komentar